Daftar isi
C. Klasifikasi Hukum dalam Fikih
A. Devinisi Fikih
1.
Secara Bahasa (Linguistik)
Fikih
berasal dari kata dalam bahasa Arab "fiqh" (فِقْهٌ), yang secara harfiah berarti
"pemahaman" atau "pengetahuan mendalam". Dalam konteks bahasa,
fiqh berarti memahami sesuatu secara mendalam, baik dalam hal agama maupun
aspek kehidupan lainnya. Al-Qur'an menggunakan istilah ini dalam makna umum,
seperti dalam Surah At-Taubah ayat 122:
۞
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ
كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا
فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُوْنَ ࣖ ١٢٢
Terjemahannya:
122. Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara
mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah)
untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?
Ayat
ini menunjukkan pentingnya memahami agama (fiqih) untuk mengajarkan dan
memberikan peringatan kepada umat. Rasulullah SAW bersabda tentang hal ini
sebagaimana yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim berikut:
من
يريد الله به خيرا يفقهه في الدين
Artinya: "Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka
Allah akan memahamkan dia tentang agama." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis
ini menegaskan bahwa pemahaman agama (fiqih) adalah tanda kebaikan dari Allah.
Fiqih
memiliki peran besar dalam mengatur kehidupan seorang Muslim agar sesuai dengan
tuntunan syariat Islam. Oleh karena itu, para ulama mendorong umat Islam untuk
mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.
2. Secara
Istilah (Terminologi Syariat)
العلم
بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصلية
Artinya
: “pengetahuan
mengenai hukum-hukum syar’iyat yang bersifat aplikatif yang diusahakan dari
dalil-dailnya yang rinci.”
Yang
dimaksud dalil-dalil syar’i yang terperinci yakni yang bersumber dari Al-Qur'an,
Sunnah, ijma’, dan qiyas. Hukum ini mencakup kewajiban (wajib), larangan
(haram), anjuran (sunnah), kebolehan (mubah), dan larangan ringan (makruh). Menurut
para ulama, fikih memiliki fokus pada aspek-amal seseorang, seperti ibadah,
muamalah, jinayah, dan lain-lain. Ilmu ini bersifat aplikatif dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Menurut
Para Ulama
1.
Imam Abu Hanifah (W. 150 H)
Beliau
mendefinisikan fikih sebagai: "Pengetahuan seseorang tentang hak-hak
dan kewajiban-kewajibannya." Definisi ini mencakup hukum yang terkait
dengan hubungan manusia dengan Allah (ibadah) dan hubungan antarmanusia
(muamalah).
2.
Imam Syafi’i (W. 204 H)
Menurut
beliau, fikih adalah: "Ilmu tentang hukum-hukum syariat yang diambil
dari dalil-dalilnya yang terperinci." Definisi ini menekankan
pentingnya penggunaan dalil (seperti Al-Qur'an, Sunnah, ijma’, dan qiyas) dalam
menentukan hukum.
3.
Imam Al-Ghazali (W. 505 H)
Beliau
mengatakan: "Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum Allah yang berkaitan
dengan amal perbuatan manusia, yang diperoleh dari dalil-dalil yang
rinci." Al-Ghazali menekankan bahwa fikih tidak hanya mencakup
pengetahuan tentang hukum, tetapi juga memahami hikmah dan tujuan di baliknya.
4. Ibnu
Khaldun (W. 808 H)
Dalam
kitab Muqaddimah, beliau menjelaskan bahwa fikih adalah: "Ilmu tentang
hukum-hukum Allah yang mengatur perbuatan manusia, baik yang wajib, sunnah,
mubah, haram, maupun makruh, berdasarkan dalil-dalil syariat." Fikih
berfungsi untuk memandu umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
sesuai dengan syariat Islam.
B. Ruang Lingkup Fikih
Fikih
memiliki cakupan yang sangat luas, mencakup berbagai aspek kehidupan manusia.
Secara umum, ruang lingkup fikih dapat dibagi menjadi dua bagian utama:
1. Ibadah
Hukum
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Contohnya seperti:
·
Salat
·
Puasa
·
Zakat
·
Haji
2.
Muamalah
Hukum
yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia, yang meliputi:
·
Muamalat Maliyyah (Keuangan): jual beli, sewa-menyewa,
utang-piutang, dll.
·
Munakahat (Pernikahan): hukum pernikahan, perceraian, nafkah,
dll.
·
Jinayah (Pidana): pembunuhan, pencurian, perampokan, dll.
·
Siyasah (Politik): hukum pemerintahan, pengelolaan negara, dll.
·
Hudud (Hukuman): zina, pencurian, dan pelanggaran berat
lainnya.
C. Klasifikasi Hukum dalam
Fikih
Hukum
dalam fikih terbagi menjadi lima kategori utama:
1.
Wajib (Fardhu)
Perintah
yang harus dilaksanakan. Jika dilakukan, mendapat pahala; jika ditinggalkan,
mendapat dosa. Contoh: salat lima waktu, puasa Ramadan.
2.
Sunnah (Mustahab)
Perbuatan
yang dianjurkan. Jika dilakukan, mendapat pahala; jika ditinggalkan, tidak
berdosa. Contoh: salat tahajud, bersedekah.
3. Haram
Larangan
yang tegas. Jika dilanggar, mendapat dosa; jika ditinggalkan, mendapat pahala.
Contoh: mencuri, berzina, meminum khamr.
4. Makruh
Perbuatan
yang sebaiknya dihindari. Jika dilakukan, tidak berdosa; jika ditinggalkan,
mendapat pahala. Contoh: makan bawang mentah sebelum salat berjemaah (karena
baunya bisa mengganggu jama’ah lainya).
5. Mubah
Perbuatan
yang diperbolehkan dan tidak membawa konsekuensi pahala atau dosa. Contoh:
makan, minum, dan kegiatan sehari-hari yang netral.
D. Perkembangan Fikih
Fikih
berkembang seiring waktu dengan munculnya berbagai mazhab yang memiliki
metodologi berbeda dalam menggali hukum syariat. Beberapa mazhab terkenal dalam
Islam adalah:
1.
Mazhab Hanafi
Didirikan
oleh Imam Abu Hanifah. Mazhab ini dikenal fleksibel dalam menggunakan qiyas dan
istihsan (memilih kemaslahatan).
2. Mazhab
Maliki
Didirikan
oleh Imam Malik bin Anas. Mazhab ini menekankan amal penduduk Madinah sebagai
salah satu sumber hukum.
3. Mazhab
Syafi’i
Didirikan
oleh Imam Syafi’i. Mazhab ini terkenal sistematis dalam penggunaan dalil-dalil
syariat, terutama Al-Qur'an, Sunnah, ijma’, dan qiyas.
4. Mazhab
Hanbali
Didirikan
oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Mazhab ini sangat berpegang teguh pada dalil
Al-Qur'an dan Sunnah, serta lebih konservatif dalam menerima metode ijtihad
lain.
E. Tujuan Mempelajari Fikih
1. Mendekatkan
Diri kepada Allah
Fikih
membantu seorang Muslim menjalankan ibadah dengan benar dan sesuai
syariat.
2. Membimbing
Kehidupan Bermasyarakat
Fikih
memberikan panduan bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia dengan cara
yang adil dan harmonis.
3. Mewujudkan
Maslahah (Kebaikan Umum)
Segala
hukum dalam fikih bertujuan untuk membawa kebaikan dan mencegah keburukan.
4. Menghindari
Kesalahan dalam Beribadah dan Bermuamalah
Dengan
memahami fikih, seorang Muslim dapat menghindari pelanggaran hukum yang dapat
merugikan dirinya sendiri atau orang lain.
F. Kesimpulan
Fikih
adalah ilmu yang membahas hukum-hukum syariat berdasarkan dalil-dalil rinci,
mencakup hubungan manusia dengan Allah (ibadah) dan dengan sesama manusia
(muamalah). Secara bahasa, fikih berarti pemahaman mendalam, sedangkan secara
istilah, ia mengatur aspek praktis kehidupan seperti kewajiban, larangan, dan
anjuran. Para ulama mendefinisikan fikih sebagai pedoman hukum yang bertujuan
memandu umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai tuntunan
syariat.
Fikih
mencakup hukum-hukum seperti wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah, serta
berkembang melalui berbagai mazhab seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali. Tujuan utama mempelajari fikih adalah mendekatkan diri kepada Allah,
membimbing interaksi sosial yang adil, serta menciptakan kemaslahatan umum
dengan mencegah keburukan dan menegakkan kebaikan.
Posting Komentar