Devinisi, Ruang lingkup, Klasifikasi, perkembangan dan tujuan belajar ilmu Fikih


 


Daftar isi

A. Devinisi Fikih. 1

B. Ruang Lingkup Fikih. 3

C. Klasifikasi Hukum dalam Fikih. 4

D. Perkembangan Fikih. 5

E. Tujuan Mempelajari Fikih. 5

F. Kesimpulan. 6

 

 

A. Devinisi Fikih

1. Secara Bahasa (Linguistik)

Fikih berasal dari kata dalam bahasa Arab "fiqh" (فِقْهٌ), yang secara harfiah berarti "pemahaman" atau "pengetahuan mendalam". Dalam konteks bahasa, fiqh berarti memahami sesuatu secara mendalam, baik dalam hal agama maupun aspek kehidupan lainnya. Al-Qur'an menggunakan istilah ini dalam makna umum, seperti dalam Surah At-Taubah ayat 122:

۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ ١٢٢

Terjemahannya:

122.  Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?

Ayat ini menunjukkan pentingnya memahami agama (fiqih) untuk mengajarkan dan memberikan peringatan kepada umat. Rasulullah SAW bersabda tentang hal ini sebagaimana yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim berikut:

من يريد الله به خيرا يفقهه في الدين

Artinya: "Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama."  (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa pemahaman agama (fiqih) adalah tanda kebaikan dari Allah.

Fiqih memiliki peran besar dalam mengatur kehidupan seorang Muslim agar sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Oleh karena itu, para ulama mendorong umat Islam untuk mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.

2. Secara Istilah (Terminologi Syariat)

العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصلية

Artinya : “pengetahuan mengenai hukum-hukum syar’iyat yang bersifat aplikatif yang diusahakan dari dalil-dailnya yang rinci.”

Yang dimaksud dalil-dalil syar’i yang terperinci yakni yang bersumber dari Al-Qur'an, Sunnah, ijma’, dan qiyas. Hukum ini mencakup kewajiban (wajib), larangan (haram), anjuran (sunnah), kebolehan (mubah), dan larangan ringan (makruh). Menurut para ulama, fikih memiliki fokus pada aspek-amal seseorang, seperti ibadah, muamalah, jinayah, dan lain-lain. Ilmu ini bersifat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

3. Menurut Para Ulama

1. Imam Abu Hanifah (W. 150 H)

Beliau mendefinisikan fikih sebagai: "Pengetahuan seseorang tentang hak-hak dan kewajiban-kewajibannya." Definisi ini mencakup hukum yang terkait dengan hubungan manusia dengan Allah (ibadah) dan hubungan antarmanusia (muamalah).

2. Imam Syafi’i (W. 204 H)

Menurut beliau, fikih adalah: "Ilmu tentang hukum-hukum syariat yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci." Definisi ini menekankan pentingnya penggunaan dalil (seperti Al-Qur'an, Sunnah, ijma’, dan qiyas) dalam menentukan hukum.

3. Imam Al-Ghazali (W. 505 H)

Beliau mengatakan: "Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia, yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci." Al-Ghazali menekankan bahwa fikih tidak hanya mencakup pengetahuan tentang hukum, tetapi juga memahami hikmah dan tujuan di baliknya.

4. Ibnu Khaldun (W. 808 H)

Dalam kitab Muqaddimah, beliau menjelaskan bahwa fikih adalah: "Ilmu tentang hukum-hukum Allah yang mengatur perbuatan manusia, baik yang wajib, sunnah, mubah, haram, maupun makruh, berdasarkan dalil-dalil syariat." Fikih berfungsi untuk memandu umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan syariat Islam.

B. Ruang Lingkup Fikih

Fikih memiliki cakupan yang sangat luas, mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Secara umum, ruang lingkup fikih dapat dibagi menjadi dua bagian utama: 

1. Ibadah

Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Contohnya seperti: 

·         Salat

·         Puasa

·         Zakat

·         Haji

2. Muamalah

Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia, yang meliputi: 

·         Muamalat Maliyyah (Keuangan): jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dll. 

·         Munakahat (Pernikahan): hukum pernikahan, perceraian, nafkah, dll. 

·         Jinayah (Pidana): pembunuhan, pencurian, perampokan, dll. 

·         Siyasah (Politik): hukum pemerintahan, pengelolaan negara, dll.

·         Hudud (Hukuman): zina, pencurian, dan pelanggaran berat lainnya. 

C. Klasifikasi Hukum dalam Fikih

Hukum dalam fikih terbagi menjadi lima kategori utama:

1. Wajib (Fardhu)

Perintah yang harus dilaksanakan. Jika dilakukan, mendapat pahala; jika ditinggalkan, mendapat dosa. Contoh: salat lima waktu, puasa Ramadan.

2. Sunnah (Mustahab)

Perbuatan yang dianjurkan. Jika dilakukan, mendapat pahala; jika ditinggalkan, tidak berdosa. Contoh: salat tahajud, bersedekah.

3. Haram

Larangan yang tegas. Jika dilanggar, mendapat dosa; jika ditinggalkan, mendapat pahala. Contoh: mencuri, berzina, meminum khamr.

4. Makruh

Perbuatan yang sebaiknya dihindari. Jika dilakukan, tidak berdosa; jika ditinggalkan, mendapat pahala. Contoh: makan bawang mentah sebelum salat berjemaah (karena baunya bisa mengganggu jama’ah lainya).

5. Mubah

Perbuatan yang diperbolehkan dan tidak membawa konsekuensi pahala atau dosa. Contoh: makan, minum, dan kegiatan sehari-hari yang netral. 

D. Perkembangan Fikih

Fikih berkembang seiring waktu dengan munculnya berbagai mazhab yang memiliki metodologi berbeda dalam menggali hukum syariat. Beberapa mazhab terkenal dalam Islam adalah: 

1. Mazhab Hanafi

Didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mazhab ini dikenal fleksibel dalam menggunakan qiyas dan istihsan (memilih kemaslahatan). 

2. Mazhab Maliki

Didirikan oleh Imam Malik bin Anas. Mazhab ini menekankan amal penduduk Madinah sebagai salah satu sumber hukum. 

3. Mazhab Syafi’i

Didirikan oleh Imam Syafi’i. Mazhab ini terkenal sistematis dalam penggunaan dalil-dalil syariat, terutama Al-Qur'an, Sunnah, ijma’, dan qiyas. 

4. Mazhab Hanbali

Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Mazhab ini sangat berpegang teguh pada dalil Al-Qur'an dan Sunnah, serta lebih konservatif dalam menerima metode ijtihad lain. 

E. Tujuan Mempelajari Fikih

1. Mendekatkan Diri kepada Allah

Fikih membantu seorang Muslim menjalankan ibadah dengan benar dan sesuai syariat. 

2. Membimbing Kehidupan Bermasyarakat

Fikih memberikan panduan bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia dengan cara yang adil dan harmonis.

3. Mewujudkan Maslahah (Kebaikan Umum)

Segala hukum dalam fikih bertujuan untuk membawa kebaikan dan mencegah keburukan. 

4. Menghindari Kesalahan dalam Beribadah dan Bermuamalah

Dengan memahami fikih, seorang Muslim dapat menghindari pelanggaran hukum yang dapat merugikan dirinya sendiri atau orang lain.

F. Kesimpulan

Fikih adalah ilmu yang membahas hukum-hukum syariat berdasarkan dalil-dalil rinci, mencakup hubungan manusia dengan Allah (ibadah) dan dengan sesama manusia (muamalah). Secara bahasa, fikih berarti pemahaman mendalam, sedangkan secara istilah, ia mengatur aspek praktis kehidupan seperti kewajiban, larangan, dan anjuran. Para ulama mendefinisikan fikih sebagai pedoman hukum yang bertujuan memandu umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai tuntunan syariat.

Fikih mencakup hukum-hukum seperti wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah, serta berkembang melalui berbagai mazhab seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Tujuan utama mempelajari fikih adalah mendekatkan diri kepada Allah, membimbing interaksi sosial yang adil, serta menciptakan kemaslahatan umum dengan mencegah keburukan dan menegakkan kebaikan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama