Hukum jual beli Saham dalam Islam


Daftar isi

Pendahuluan. 1

1. Ayat Al-Qur'an tentang Jual Beli yang Halal dan Larangan Riba. 1

2. Hadits tentang Larangan Gharar dan Maisir dalam Transaksi 2

3. Pendapat Ulama Klasik tentang Syirkah dan Saham.. 2

a. Ibnu Taimiyyah dan Larangan Gharar. 2

b. Ibnu Qayyim tentang Maisir dan Gharar. 3

4. Pendapat Ulama Modern dan Panduan untuk Saham Halal 3

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) - MUI. 3

b. Yusuf Al-Qaradawi 4

c. Muhammad Taqi Usmani 4

d. Sheikh Wahbah Az-Zuhaili 5

e. Sheikh Ali al-Salus. 5

5. Contoh Perusahaan yang Halal dan Non-Halal dalam Perspektif Islam.. 6

a. Perusahaan Halal 6

b. Perusahaan Non-Halal 6

Kesimpulan. 7

Referensi 7

 

 

Pendahuluan

Perdagangan saham perusahaan dalam perspektif Islam adalah topik yang cukup kompleks, dan para ulama baik klasik maupun modern memiliki pandangan yang mendalam mengenai hal ini. Secara umum, saham adalah kepemilikan seseorang dalam modal suatu perusahaan yang dijalankan. Untuk memahami hukum jual beli saham dalam Islam, memerlukan pemahaman mendalam karena saham melibatkan kepemilikan dalam perusahaan yang terkadang berkaitan dengan aktivitas yang mungkin tidak sesuai syariat. Berikut adalah eksplorasi lebih mendalam mengenai jual beli saham dalam Islam, lengkap dengan kutipan dari para ulama, ayat Al-Qur'an, dan hadits yang relevan.

1. Ayat Al-Qur'an tentang Jual Beli yang Halal dan Larangan Riba

Allah SWT telah menetapkan dalam Al-Qur'an bahwa kegiatan jual beli yang halal harus bebas dari unsur penipuan, ketidakpastian, dan eksploitasi.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ٢٩

Terjemahan Kemenag 2019

29.  Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa [4]: 29)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap transaksi dalam Islam harus berlandaskan persetujuan bersama dan jauh dari praktik yang batil, seperti riba dan penipuan. Dalam konteks saham, ini berarti bahwa transaksi harus terbebas dari unsur ketidakpastian atau spekulasi yang merugikan.

 

2. Hadits tentang Larangan Gharar dan Maisir dalam Transaksi

Nabi Muhammad SAW juga memperingatkan tentang praktik ketidakpastian (gharar) dan spekulasi (maisir) dalam transaksi:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ 

Terjemahnya:

"Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar)." (HR. Muslim, No. 1513)

Hadits ini menguatkan bahwa dalam Islam, setiap transaksi yang berisiko tinggi dengan unsur ketidakpastian berlebihan (seperti spekulasi pasar saham berlebihan) tidak diperbolehkan. Untuk saham, ini berarti saham perusahaan yang fluktuasinya sangat tidak jelas dan tidak terkontrol, serta sifat transaksinya hanya bertujuan spekulatif, adalah terlarang.

3. Pendapat Ulama Klasik tentang Syirkah dan Saham

a. Ibnu Taimiyyah dan Larangan Gharar

Ibnu Taimiyyah di Dalam kitabnya Majmu' al-Fatawa, beliau mengatakan:

كُلُّ عَقْدٍ فِيهِ غَرَرٌ يَجِبُ أَنْ يُتَجَنَّبَ فِي الْبَيْعِ

Terjemahnya :

"Setiap akad yang mengandung gharar (ketidakpastian) harus dihindari dalam jual beli."[1]

 

Ibnu Taimiyyah menekankan bahwa segala bentuk transaksi yang mengandung unsur ketidak jelasan dan spekulasi tinggi, harus dihindari. Hal ini relevan dalam perdagangan saham modern, di mana ketidakpastian berlebihan dan spekulasi dapat menimbulkan kerugian besar.

b. Ibnu Qayyim tentang Maisir dan Gharar

Ibnu Qayyim menulis dalam kitabnya:

وَكُلُّ بَيْعٍ يُشْتَرَطُ فِيهِ مَيْسِرٌ أَوْ غَرَرٌ فَهُوَ حَرَامٌ

Terjemhnya;

"Setiap jual beli yang mengandung spekulasi (maisir) atau ketidakpastian (gharar) adalah haram."[2](I'lam al-Muwaqqi'in_, Juz 2, hal. 27, Penerbit: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 1991)

Ibnu Qayyim menegaskan bahwa transaksi yang mengandung unsur perjudian atau spekulasi tinggi tidak diperbolehkan, yang sangat relevan dalam konteks saham, terutama jika tujuan membeli saham hanya untuk spekulasi tanpa mempertimbangkan nilai dasar dari perusahaan tersebut.

4. Pendapat Ulama Modern dan Panduan untuk Saham Halal

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) - MUI

Fatwa DSN No. 40/DSN-MUI/X/2003 menetapkan beberapa ketentuan yang harus diikuti agar saham perusahaan dianggap halal:

1. Bisnis yang Halal: Perusahaan tidak boleh bergerak dalam bisnis yang dilarang, seperti perjudian, minuman keras, atau riba.

2. Kepemilikan Nyata dan Bebas Spekulasi: Saham harus mencerminkan kepemilikan nyata dan tidak hanya sekedar spekulasi atau perjudian.

3. Transaksi Saham Bukan Berbasis Riba: Tidak melibatkan transaksi pinjaman berbasis bunga atau transaksi yang mengandung unsur riba.

b. Yusuf Al-Qaradawi

Yusuf Al-Qaradawi menyatakan bahwa jual beli saham diperbolehkan selama perusahaan beroperasi dalam bidang yang diperbolehkan oleh syariat Islam dan tidak bergantung pada bunga atau riba.

يَجُوزُ شِرَاءُ وَبَيْعُ أَسْهُمِ الشَّرِكَاتِ التِجَارِيَّةِ، مَا دَامَتْ تَتَعَامَلُ فِي أَعْمَالٍ مُبَاحَةٍ، وَلَا تَعْتَمِدُ عَلَى الرِّبَا فِي تَمْوِيلِهَا 

Terjemahnya:

"Diperbolehkan membeli dan menjual saham perusahaan perdagangan selama mereka beroperasi dalam bidang yang diperbolehkan dan tidak bergantung pada riba dalam pembiayaannya."[3]

c. Muhammad Taqi Usmani

Sheikh Taqi Usmani, seorang pakar keuangan Islam, juga menyetujui jual beli saham selama perusahaan tersebut tidak beroperasi dalam bidang yang bertentangan dengan syariat dan tidak mendapatkan keuntungan dari bunga.

يَجِبُ أَنْ تَكُونَ الشَّرِكَةُ لَا تَعْمَلُ فِي الْمُحَرَّمَاتِ وَلَا تَحْصُلُ عَلَى رِبَحٍ مِنَ الرِّبَا

Terjemah:

Perusahaan harus tidak bergerak dalam bisnis haram dan tidak mendapatkan keuntungan dari riba." Taqi Usmani, An Introduction to Islamic Finance, (Karachi: Islamic Publications, 2002), hal. 152.

d. Sheikh Wahbah Az-Zuhaili

Sheikh Wahbah Az-Zuhaili, seorang ulama terkenal dalam bidang fikih, menyatakan dalam bukunya:

الأَسْهُمُ تَجُوزُ مَا دَامَتْ الشَّرِكَةُ فِي مَجَالٍ حَلَالٍ وَتَتَجَنَّبُ الرِّبَا

Terjemahnya:

"Saham boleh diperjual belikan selama perusahaan berada di bidang yang halal dan menghindari riba."[4]

e. Sheikh Ali al-Salus

Sheikh Ali al-Salus, ahli ekonomi syariah, menjelaskan bahwa perdagangan saham pada dasarnya diperbolehkan asalkan memenuhi ketentuan syariah. Beliau menegaskan pentingnya menghindari saham perusahaan yang terlibat dalam praktik riba dan aktivitas yang dilarang lainnya:

لَا بَأْسَ فِي بَيْعِ وَشِرَاءِ الأَسْهُمِ شَرْطَ أَنْ تَكُونَ الشَّرِكَةُ لَا تَعْمَلُ فِي مَا يُحَرِّمُهُ الشَّرْعُ وَتَتَجَنَّبُ الرِّبَا

Terjemahnya:

“Tidak ada masalah dalam membeli dan menjual saham, dengan syarat bahwa perusahaan tidak bergerak dalam aktivitas yang diharamkan oleh syariat dan menghindari riba."[5]

5. Contoh Perusahaan yang Halal dan Non-Halal dalam Perspektif Islam

a. Perusahaan Halal

Beberapa contoh perusahaan yang sahamnya dapat dianggap halal karena bergerak di sektor yang sesuai dengan syariah:

Perusahaan Manufaktur Halal: Seperti perusahaan yang memproduksi pakaian, bahan makanan halal, atau farmasi.

Perusahaan Teknologi dan Telekomunikasi: Misalnya, perusahaan yang berfokus pada teknologi komunikasi atau layanan internet yang tidak bertentangan dengan syariat.

Perusahaan Konstruksi: Perusahaan yang bergerak dalam bidang pembangunan gedung, jalan, atau infrastruktur lain yang tidak terkait dengan aktivitas haram.

b. Perusahaan Non-Halal

Contoh perusahaan yang tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan sahamnya karena bergerak dalam bidang yang dilarang oleh syariat:

Perusahaan Minuman Keras: Seperti pabrik bir atau produsen minuman beralkohol.

Perusahaan Perjudian: Termasuk perusahaan yang menyediakan platform untuk perjudian atau kasino.

Perusahaan Riba (Perbankan Konvensional): Bank yang berbasis riba atau lembaga keuangan yang memberikan pinjaman berbunga.

Kesimpulan

Secara umum, para ulama sepakat bahwa perdagangan saham dalam Islam diperbolehkan jika perusahaan memenuhi syarat-syarat syariah. Perusahaan yang bergerak dalam bidang halal, tidak mengandalkan riba, dan tidak terlibat dalam kegiatan yang diharamkan, dapat dianggap layak untuk dijadikan investasi. Namun, transaksi yang hanya bertujuan untuk spekulasi atau dengan mengharapkan keuntungan semata dari fluktuasi harga secara berlebihan tetap dilarang dalam Islam karena mengandung unsur maisir (perjudian) dan gharar (ketidakpastian). Melalui contoh-contoh dan pendapat para ulama di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam mendorong setiap Muslim untuk berhati-hati dalam berinvestasi, memilih perusahaan yang sesuai dengan prinsip syariah, dan menghindari praktik yang dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan ekonomi di tengah masyarakat.

Referensi

1. Majmu' al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah. Penerbit: Dar al-Wafa, Cairo, Tahun Terbit: 2004.

2. I'lam al-Muwaqqi'in, Ibnu Qayyim. Penerbit: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, Tahun Terbit: 1991.

3. Fiqh al-Zakat, Yusuf Al-Qaradawi. Penerbit: Dar al-Qalam, Kuwait, Tahun Terbit: 1986.

4. An Introduction to Islamic Finance*, Taqi Usmani. Penerbit: Islamic Publications, Karachi, Tahun Terbit: 2002.

5. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah Az-Zuhaili. Penerbit: Dar al-Fikr, Damaskus, Tahun Terbit: 1985.

6. Al-Mu'amalat al-Maliyah al-Mu'ashirah, Ali al-Salus. Penerbit: Dar al-Salam, Cairo, Tahun Terbit: 2003.

 



[1] Ibnu Taimiyyah, Majmu' al-Fatawa, Juz 29, (Cairo: Dar al-Wafa, 2004) hal. 22.

[2] Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in, Juz 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1991) hal. 27.

[3] Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Zakat, Juz 1, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1986 ), hal. 457.

[4] Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz 5, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1985), hal. 420.

[5] Ali al-Salus, Al-Mu'amalat al-Maliyah al-Mu'ashirah, (Cairo: Dar al-Salam, 2003), hal. 153.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama